Kiamat Es Makin Dekat, Waspada Cuaca Ekstrem!

Icebergs are seen at the Disko Bay close to Ilulisat, Greenland, September 14, 2021. REUTERS/Hannibal Hanschke

Perubahan iklim kini menunjukkan dampak yang semakin nyata dan mengkhawatirkan di seluruh dunia. Fenomena ini menciptakan kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah manusia modern.

Kejadian cuaca ekstrem yang terjadi di berbagai belahan bumi telah membuka mata banyak orang bahwa krisis iklim bukan sekadar ancaman di masa depan, melainkan realitas yang sedang kita hadapi saat ini.

Menurut laporan terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), suhu permukaan global rata-rata pada tahun 2023 mencapai 1,45°C di atas tingkat pra-industri, dengan margin ketidakpastian ±0,12°C.

Tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan. Rekor ini dipicu oleh kombinasi pemanasan iklim jangka panjang dan faktor-faktor lain.

Proyeksi untuk tahun 2024 hingga 2028 menunjukkan bahwa suhu permukaan rata-rata global diperkirakan akan berada antara 1,1°C dan 1,9°C lebih tinggi dari garis dasar 1850-1900.

Laporan tersebut menyatakan bahwa ada kemungkinan besar (86%) setidaknya satu tahun dalam periode ini akan mencatatkan rekor suhu baru.

Kemungkinan rekor ini didorong oleh peningkatan gas rumah kaca yang memerangkap panas dan peristiwa El Niño yang terjadi secara alami.

Peluang untuk melampaui ambang batas 1,5°C dalam periode lima tahun telah meningkat secara signifikan sejak 2015. Saat itu, kemungkinannya mendekati nol.

Apabila melampaui ambang batas kritis 1,5°C yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris dapat memicu dampak perubahan iklim yang jauh lebih parah dan tak terkendali, menurut pernyataan para ilmuwan.

Dr. Petteri Talaash, Sekretaris Jenderal WMO, menekankan dalam sebuah konferensi pers bahwa kita berada di ambang bencana iklim.

“Setiap tahun, kita menyaksikan rekor baru dalam suhu, tingkat karbon dioksida di atmosfer, dan kenaikan permukaan laut. Ia menegaskan bahwa ini bukan lagi masalah masa depan, tetapi krisis yang sedang berlangsung saat ini.” ungkapnya.

Dampak perubahan iklim yang semakin intensif dan luas mencakup berbagai aspek kehidupan dan ekosistem global.

Ini meliputi gelombang panas yang lebih ekstrim, curah hujan yang berlebihan, dan kekeringan yang parah.

Selain itu, terjadi pengurangan yang signifikan pada lapisan es, es laut, dan gletser. Percepatan kenaikan permukaan laut dan pemanasan samudra juga menjadi bagian dari dampak yang semakin terasa. Berikut klasifikasi lebih lanjutnya.

Gambaran pencairan es di Antartika dari tahun ke tahun

Antartika dikenal sebagai benua paling tinggi, kering, dingin, berangin, dan paling terang di dunia. Rata-rata ketebalan es mencapai lebih dari 1.600 km, dengan beberapa titik lebih dari 4.000 km. Es ini terbentuk dari hujan salju selama jutaan tahun.

Jika bongkahan es setebal ribuan kilometer ini mencair, permukaan laut dunia diperkirakan akan naik sekitar 70 meter, yang akan menenggelamkan kota-kota pesisir dan mengubah garis pantai global.

Negara-negara seperti Florida, Denmark, Belanda, dan Bangladesh akan hilang, sementara Inggris, Uruguay, dan sebagian besar wilayah dataran rendah lainnya akan tenggelam.

Banjir besar ini diperkirakan akan memaksa miliaran orang mengungsi, dengan 40% populasi dunia terdampak.

Antartika yang tidak lagi tertutup es akan berubah menjadi kumpulan pulau besar, dan pencairan es di kutub lainnya, seperti Arktik, juga akan memperlihatkan daratan Greenland.

Es dan salju memantulkan sebagian besar sinar matahari kembali ke angkasa, namun jika permukaan yang lebih gelap seperti laut dan daratan terbuka semakin luas, lebih banyak panas akan diserap, meningkatkan suhu global dalam fenomena yang dikenal sebagai pengurangan albedo.

Selain itu, pencairan es di Antartika dapat melepaskan gas rumah kaca seperti metana yang terperangkap di bawah lapisan es, memperburuk efek rumah kaca dan mempercepat pemanasan global.

Fenomena “Global Boiling” yang terjadi pada tahun 2023 lalu telah menjadi tanda nyata bahwa suhu bumi semakin meningkat.

Jika seluruh es Antartika mencair, suhu global akan naik 10 hingga 14 derajat Celsius, membuat daerah tropis tak dapat dihuni manusia, dan memaksa mereka bermigrasi ke wilayah kutub.

Panen akan gagal, ekosistem rusak, dan spesies akan punah dalam peristiwa kepunahan massal. Bumi yang terdiri dari lempengan tektonik juga akan mengalami kenaikan daratan secara perlahan akibat proses rebound isostatik ketika es yang berat hilang.

Meskipun proses ini berlangsung sangat lambat, efeknya akan terus terjadi selama ribuan tahun, seperti yang telah diamati di Kanada Utara dan Skandinavia.

Es Laut Arktik Terus Menipis

Setiap bulan September, es laut yang menutupi Laut Arktik mencapai luas minimum tahunan.

Fenomena ini merupakan bagian dari siklus musiman yang normal, tetapi perubahan iklim yang dipicu oleh emisi gas rumah kaca membuat pencairan es Arktik semakin parah.

https://cycloinfo.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*