Indonesia kembali mengalami deflasi selama lima bulan beruntun. Pada periode kali ini September 2024 lebih dari setengah provinsi di Indonesia mengalami deflasi Indeks Harga Konsumen (IHK).
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia kembali mengalami deflasi pada bulan September 2024, menandai periode deflasi yang telah berlangsung selama lima bulan berturut-turut.
Meskipun demikian, secara year-on-year (y-on-y), Indonesia masih mencatat inflasi sebesar 1,84 persen dengan IHK sebesar 105,93.
Pada September 2024, tercatat deflasi month-to-month (m-to-m) sebesar 0,12 persen, sementara inflasi year-to-date (y-to-d) berada di angka 0,74 persen. Inflasi inti y-on-y pada September 2024 tercatat sebesar 2,09 persen, dengan inflasi m-to-m sebesar 0,16 persen dan inflasi y-to-d sebesar 1,69 persen.
Meskipun terjadi deflasi secara m-to-m, sebagian besar kelompok pengeluaran masih menunjukkan kenaikan harga secara tahunan.
Kelompok yang mengalami kenaikan indeks tertinggi adalah perawatan pribadi dan jasa lainnya 6,25%, diikuti oleh makanan, minuman, dan tembakau sebesar 2,57%, serta penyediaan makanan dan minuman/restoran senilai 2,25%.
Satu-satunya kelompok yang mengalami penurunan indeks adalah informasi, komunikasi, dan jasa keuangan, dengan penurunan sebesar 0,28 persen.
Komoditas yang memberikan andil signifikan terhadap deflasi y-on-y pada September 2024 antara lain beras, cabai merah, daging ayam ras, telur ayam ras, tomat, ikan segar, bensin, dan telepon seluler.
Deflasi ini menjadi catatan terburuk bagi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, Indonesia sudah mencatat deflasi selama lima bulan beruntun yakni dari Mei hingga September 2024.
Jika dilihat dari tingkatan provinsi, ada sepuluh wilayah yang mengalami deflasi paling parah pada bulan lalu. Berikut daftarnya :
Papua Barat mencatat deflasi terparah sampai 0,92%, menunjukkan penurunan harga konsumen yang cukup signifikan.
Papua Selatan mengikuti di urutan kedua dengan deflasi sebesar 0,74%, sementara Papua Pegunungan berada di posisi ketiga dengan deflasi 0,60%.
Sulawesi Utara dan Aceh, meskipun tidak berada dalam satu pulau, namun mengalami tingkat deflasi yang hampir serupa yaitu 0,54% dan 0,52% secara berurutan. Hal ini menunjukkan bahwa deflasi tidak terpusat di satu pulau saja.
Sumatera Barat dan Papua Tengah mencatat angka deflasi yang sama, yaitu sebesar 0,44%. Menariknya meskipun berbeda pulau, kedua provinsi ini memiliki penurunan harga konsumen yang identik.
Setelahnya, provinsi papua mengalami deflasi sebesar 0,41%, sedikit lebih rendah dari Papua Tengah.
Riau dari kepulauan Sumatera masuk dalam 10 besar deflasi terparah setelah Sumatera Barat dan Aceh, mengalami deflasi 0,33%. Terakhir, Bengkulu menutup daftar dengan deflasi sebesar 0,28%.
Jika melihat secara keseluruhan dari 10 provinsi yang ada dalam daftar, lima diantaranya berasal dari Pulau Papua. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya tren deflasi yang lebih kuat di wilayah Indonesia timur dibanding dengan wilayah lainnya.
Perlu diakui, deflasi dapat menguntungkan konsumen dalam jangka pendek karena harga barang dan jasa menjadi lebih murah sehingga seseorang bisa mengalokasikan pengeluaran untuk barang lainnya, tetapi deflasi yang berkepanjangan bisa berdampak negatif terhadap perekonomian, seperti penurunan produksi dan investasi, serta potensi peningkatan pengangguran.