Suku bunga acuan Indonesia atau BI rate seharusnya bisa turun sejak beberapa bulan lalu. Akan tetapi, pada April BI rate harus naik dan kemudian ditahan pada level 6,25% hingga sekarang.
Apa alasannya?
“Untuk BI rate kenapa April tadi dinaikkan, menjadi 6,25% itu kami tahan? karena mestinya BI rate itu turun,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor Pusat LPS, Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Pertimbangan utama dari kebijakan suku bunga adalah inflasi. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,5±1%.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, IHK Juli 2024 tercatat deflasi sebesar 0,18% (mtm), sehingga secara tahunan inflasi IHK menurun menjadi 2,13% (yoy) dari realisasi bulan sebelumnya sebesar 2,51% (yoy).
“Karena BI rate ditentukan bagaimana proyeksi inflasi, dan inflasi tahun ini rendah dan tahun depan juga rendah. Masih di target 2,5 plus minus 1%,” paparnya.
Pertimbangan lain adalah kondisi pasar keuangan, khususnya pelemahan nilai tukar rupiah. Mata uang Garuda yang jatuh ke level Rp16.000 membuat BI rate sulit turun.
Pelemahan rupiah terjadi karena situasi global, terutama Amerika Serikat (AS) dalam menentukan kebijakan suku bunga acuan atau Fed fund rate (FFR).
“Sehingga, kami harus pastikan risk global terkendali dulu,” terang Perry.