Anggota Direktorat Reserse Siber Kepolisian Daerah Bali menggiring belasan pelaku kejahatan siber di Denpasar, Bali, Rabu, 16 Oktober 2024. Foto: ANTARA/Rolandus Nampu
– Direktorat Reserse Siber Polda Bali mengatakan pelaku kejahatan siber di Denpasar membeli 300 ribu data pribadi dari dark web seharga Rp 25 juta. Data yang dijual tersebut merupakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK).
“Untuk data dijual dengan harga per Rp25 juta didapat oleh pelaku DBS sebanyak 300 ribu NIK (Nomor Induk Kependudukan) dan KK (Kartu Keluarga),” kata Direktur Reserse Siber Polda Bali Ajun Komisaris Besar Ranefli Dian Candra di Denpasar, Bali, Rabu, 16 Oktober 2024.
Ranefli menjelaskan DBS merupakan otak kejahatan pencurian data pribadi sejak awal 2022. Pelaku menggunakan data pribadi milik orang lain itu untuk melakukan registrasi kartu perdana dan memperoleh kode OTP. Nantinya kartu-kartu ini dijual kepada pembeli untuk membuat akun suatu aplikasi guna mengincar promo atau bermain judi online.
Sebelum merekrut belasan orang karyawannya, DBS bersama dua temannya pertama-tama membuka usaha konter sambil menjual kartu SIM yang sudah diregistrasi secara ilegal.
Awalnya, mereka memakai ponsel dengan NIK yang diperoleh dari dark web secara manual. Setelah lima bulan berjalan, tersangka DBS kemudian membeli dua buah laptop dan modem pool. Dalam satu modem pool, ada 16 kartu SIM yang langsung teregistrasi.
Pada Agustus 2024, DBS membeli tambahan 12 unit modem pool sehingga totalnya menjadi 168 unit. Seiring dengan besarnya pendapatan dan tingginya permintaan dari pelanggan, DBS merekrut anggota baru yang rata-rata berusia remaja.
Selain 12 orang tersangka yang sudah ditahan oleh Polda Bali, penyidik masih memburu beberapa orang lainnya yang menjadi DPO terlibat kasus tersebut. “Masih ada yang jadi DPO karena saat menggeledah kantor di Gatot Subroto kantor sudah kosong. Kami masih cari, sepertinya saat kami ke TKP ada yang memberi tahu ke sana sehingga saat kami tiba sudah kosong,” kata Ranefli.