
Illustrasi perang kerajaan
PASUKAN Belanda mencoba melakukan konfrontasi dan menuntut penghapusan hukum tawan karang. Hukum tawan karang adalah hak dari kerajaan-kerajaan di Bali untuk merampas perahu yang terdampar di pantai wilayah kekuasaannya. Hukum ini juga menimpa kapal-kapal Belanda, sebagaimana terjadi pada tahun 1841 di pantai wilayah Badung.
Memang Raja-raja Buleleng, Karangasem, dan beberapa raja lainnya telah menandatangani perjanjian penghapusan tawan karang. Namun, perjanjian itu tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Pada tahun 1844, di Pantai Prancak dan Sangsit, terjadi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda yang terdampar.
Cekcok kemudian terjadi antara kerajaan-kerajaan tersebut dengan Belanda. Raja-raja Bali, sebagaimana dikutip dari buku Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia, dituntut untuk menghapuskan hak tawan karang tersebut.
Pada tahun 1845, Raja Buleleng menolak pengesahan perjanjian penghapusan hukum tawan karang yang diajukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sementara itu, Belanda juga menuntut agar Raja Buleleng melaksanakan isi perjanjian yang dibuat pada tahun 1841 dan 1843, yaitu mengganti kerugian atas kapal-kapal Belanda yang dirampas.